Akantetapi Ibnu Shalah dan Nawawi membatasi pada tafsir yang berkaitan dengan asbabun nuzul dan ayat yang bukan ijtihady dalam menafsirkannya. Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Tafsir para sahabat bernilai sama dengan marfu' jika berhubungan dengan asbabun nuzul atau tentang suatu masalah yang tidak bisa dimasuki akal. A Mubayyan. Mubayyan, ialah suatu perkataan yang jelas maksudnya tanpa memerlukan penjelasan dari yang lainnya.[1] Kejelasan tersebut adakalanya dari: 1. Manthuq-nya, yaitu pada: a. Nashnya, pada perkataan yang jelas atau pada teksnya yang menunjukkan kejelasan dari segi makna dan maksudnya, sehingga tidak memerlukan takwil; b. Jawab: Perbedaan antara bai' al-mudharabah dengan bai' alistishna dan bai' al-salam adalah: . Transaksi bai' al-mudharabah adalah jual beli yang dilakukan di mana penjual secara transparan akan menyampaikan harga perolehan barang, dan melakukan kesepakatan dengan calon pembeli berapa laba yang akan ia ambil secara transparan.. Sedangkan bai al-istishna' dan bai' al-salam adalah KAIDAHMUJMAL BAYAN. A. MUJMAL DAN MUBAYYAN ( المجمل والمبيّن ) 1. Pengertian Mujmal dan Mubayyan. Mujmal ialah lafadz yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Ia bersifat global dan menyeluruh sehingga membingungkan. Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan Allahmenurunkan kitab Al-Qur'an dengan tujuan agar manusia tidak tersesat di jalan yang salah. Al-Qur'an itu pedoman hidup umat manusia, berlaku sepanjang masa. Jawaban diposting oleh: dhoz2158. jawaban . E. Penjelasan: MAAF KALO SALAH YA. Jawaban diposting oleh: mithaoktavia6271. situs dewasa yang diblokir oleh kementerian komunikasi dan informatika. Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 090311 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d81e0b5b835b894 • Your IP • Performance & security by Cloudflare Adam, Zaidaan, Kaylan, SatriaMujmal & MubayyanMujmal1. Pengertian1. Pengertian2. Sebab-sebab3. Hukum Lafadz2. Macam-macamMubayyanPengertian, Sebab-Sebab, dan HukumMujmal1Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam/majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafadh yang global, masih membutuhkan penjelasan bayan atau penafsiran tafsir.“Perempuan yang diceraikan suaminya, menantikan iddahnya tiga quru.’” al-Baqarah[2] 228.Lafadz quru’ ini disebut dengan mujmal karena mempunyai dua makna, yaitu haid dan suci. Kemudian mana di antara dua macam arti yang dikehendaki oleh ayat tersebut maka diperlukan penjelasan, yaitu bayan. Ini adalah contoh yang ijmal dalam lafadz Mujmalوَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗKata-Kata TunggalSusunan kata-kata jumlah atau tarkibTermasuk mujmal ialah lafadz asing yang ditafsir oleh nash itu sendiri, dengan arti yang khususSebab-Sebab Mujmalisim Qur’un dengan pengertian suci atau datang bulan. Jaun dengan pengertian hitam atau putihfii'l qaala dengan pengertian berkata atau tidur siang. Khataba dengan pengertian berpidato atau wawu yang m,enunjukkan huruf athaf penghubung atu huruf isti’naf menunjukkan permulaan kata , atau sebagai Ilaa yang menunjukkan ghayah atau berarti beserta ma’a 1. Kata-Kata TunggalMenurut Abdul Wahhab Khallaf, ada beberapa kategori dari suatu lafaz yang Mujmal tersebut. Kategori-kategori yang dimaksud adalah sebagai berikutTermasuk Mujmal ialah lafaz-lafaz yang pengertian bahasa dipindahkan oleh Syari’ dari pengertian aslinya kepada pengertian-pengertian khusus menurut istilah syara’.Apabila di dalam nash syara’ terdapt lafadz diantara lafadz-lafadz tersebut di atas, lafadz itu mujmal global pengertiannya, sampai ada penafsiran terhadap lafadz itu oleh syari’ sendiri. Karena itu, datanglah sunnah yang berbentuk amal perbuatan dan ucapan untuk menafsir atau menjelaskan arti shalat dan menjelaskan rukun-rukunnya serta syarat-syaratnya dan bentuk Susunan kata-kata jumlah atau tarkibTermasuk al-Mujmal ialah lafaz asing yang ditafsir oleh nash itu sendiri dengan arti yang khusus, seperti lafaz القارعة dalam firman Allah al-Qari’ah 1- 4 القارعة ما القارعة و ما ادرئك ما القارعة يوم يكون الناس كالفراش المبثوث“Hari kiamat, apakah hari kiamat itu ?. Tahukah kamu apakah hari kiamat itu ? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran3. Termasuk mujmal ialah lafadz asing yang ditafsir oleh nash itu sendiri, dengan arti yang khususApabila terdapat perkataan mujmal baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadis, kitatidak menggunakannya, datang penjelasan. Seperti kata shalat, zakat, haji, danlain-lain yang dijelaskan oleh Nabi Muhamamd Saw. tentang cara-caramelakukannya. Demikian pula tentang batas-batas harta yang terkena zakatHukum Lafadz MujmalPengertian, dan Macam-macam,Mubayyan2Mubayyan secara bahasa etimologi المظهر والموضح yang ditampakkan dan yang dijelaskan. Sedangkan secara terminologi Mubayyan adalah seperti yang didefinisikan oleh al-Asnawi sebagai berikut “Mubayyan adalah lafaz yang jelas maknanya dengan sendirinya atau dengan lafaz lainya”.Ada yang mendifinisikan Mubayyan sebagai berikutما يفهم المراد منه، إما بأصل الوضع أو بعد التبيين“Apa yang dapat difahami maksudnya, baik dengan asal peletakannya atau setelah adanya penjelasan.”Pengertian MubayyanPenjelasan dengan perkataan , contohnya, Allah SWT menjelaskan lafaz سبعة tujuh pada surat al-Baqarah ayat 196, tentang jumlah hari puasa bagi yang tidak mampu membayar dam hadyu pada haji Tamattu’. Dalam bahasa Arab lafaz tujuh sering ditujukan kepada arti banyak’ yang bisa lebih dari tujuh. Untuk menjelaskan tujuh’ itu betul-betul tujuh maka Allah SWT mengiringi dengan firman-Nya “itu sepuluh hari yang sempurna”.Penjelasan dengan mafhum perkataan, contohnya, firman Allah SWT dalam surat al-Isra’ ayat 23, tentang larangan mengatakan اف”ah” kepada kedua orang tua. Mafhum dari ayat tersebut adalah melarang seseorang anak menyakiti orang tuanya, seperti memukul dan lain-lain, karena mengucapkan “ah” saja tidak boleh, apalagi Mubayyan3. Penjelasan dengan perbuatan, contoh. Rasulullah SAW menjelaskan perintah mendirikan shalat, dalam ayat al-Quran, lalu Rasulullah SAW mencontohkan cara melakukan shalat Penjelasan dengan Iqrar “pengakuan” contohnya, Rasulullah melihat Qayis shalat dua raka’at sesudah shalat Subuh, maka Rasulullah bertanya kepada Qayis, lalu Qayis menjawab dua raka’at itu adalah shalat sunat fajar. Rasulullah tidak melarang. Ini menunjukkan dibolehkan shalat sunat sesudah shalat Penjelasan dengan Isyarat, contohnya penjelasan Rasulullah SAW tentang jumlah hari dalam satu bulan. Beliau mengangkat kesepuluh jarinya tiga kali, yakni 30 hari. Kemudian mengulanginya sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir. Maksdunya bahwa bulan itu kadang-kadang 30 hari atau kadang-kadang 29 Mubayyan6. Penjelasan dengan tulisan, contohnya Rasulullah SAW menyuruh juru tulis beliau menuliskan hukum-hukum mengenai pembagian harta warisan dan Penjelasan dengan qiyas, contohnya Rasulullah SAW menjawab seorang penanya melakukan haji untuk ibunya yang sudah meninggal. Rasullullah bertanya, bagaimana kalau ibumu punya hutang, apa kamu bisa membayarnya?. Hadits tersebut menqiyaskan mengganti haji orang tua dengan membayar MubayyanThankyou! A. Mujmal. Pengertian Mujmal. Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam/majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafadh yang global, masih membutuhkan penjelasan bayan atau penafsiran tafsir. Seperti pada Al-Qur'an Surat An Nur ayat 56, yang masih memerlukan penjelasan tentang tatacara الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “ dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” QS. An Nur 56 Kata “mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmal/belum jelas karena tidak diketahui tata caranya, maka butuh dalil lainnya untuk memahami tata caranya. Dan Kata ”menunaikan zakat” dalam ayat di atas masih mujmal karena belum diketahui ukurannya sehingga untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya. B. Mubayyan. 1. Pengertian Mubayyan. Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafadh yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. Al Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang mujmal. 2. Klasifikasi Mubayyan. a. Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nash. Misalnya dalam Al-Qur'an Surat An Nisa’ 4 176, يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “ mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah Katakanlah "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” QS. An Nisa’ 4 176 Lafazh “kalalah” adalah mujmal yang kemudian dijelaskan dalam satu nash; “Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, yaitu jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Kalalah adalah orang yang meninggal dunia yang tidak mempunyai anak. Makna inilah yang diambil oleh Umar bin Khtattab, yang meyatakan “Kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak.” b. Mubayyan Munfashil, adalah bentuk mujmal yang disertai penjelasan yang tidak terdapat dalam satu nash. Dengan kata lain, penjelasan tersebut terpisah dari dalil mujmal. C. Macam-macam Mubayyan. 1. Bayan Perkataan. Penjelasan dengan perkataan bayan bil qaul, contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196 وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ” dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung terhalang oleh musuh atau karena sakit, Maka sembelihlah korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya lalu ia bercukur, Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah merasa aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji di dalam bulan haji, wajiblah ia menyembelih korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. demikian itu kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di sekitar Masjidil Haram orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah. dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” QS. Al Baqarah ayat 196 Ayat tersebut merupakan bayan penjelasan terhadap rangkaian kalimat sebelumnya mengenai kewajiban mengganti korban menyembelih binatang bagi orang-orang yang tidak menemukan binatang sembelihan atau tidak mampu. 2. Bayan Perbuatan. Penjelasan dengan perbuatan bayan fi’li Contohnya Rasulullah Saw melakukan perbuatan-perbuatan yang menjelaskan cara-cara berwudhu yakni memulai dengan yang kanan, batas-batas yang dibasuh, Rasulullah Saw mempraktekkan cara-cara haji, shalat dan sebagainya. 3. Bayan Isyarat. Penjelasan dengan perkataan dan perbuatan sekaligus Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 43وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ “…dan dirikanlah shalat…” QS. Al-Baqarah 43 Perintah mendirikan shalat tersebut masih kalimat global mujmal yang masih butuh penjelasan bagaimana tata cara shalat yang dimaksud, maka untuk menjelaskannya Rasulullah naik keatas bukit kemudian melakukan shalat hingga sempurna, lalu bersabda “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian telah melihat aku shalat” HR Bukhari. 4. Bayan dengan Tulisan. Penjelasan dengan tulisan Penjelasan tentang ukuran zakat, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara menulis surat Rasulullah mendiktekannya, kemudian ditulis oleh para Sahabat dan dikirimkan kepada petugas zakat beliau. 5. Bayan dengan Isyarat. Penjelasan dengan isyarat contohnya seperti penjelasan tentang hitungan hari dalam satu bulan, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara isyarat, yaitu beliau mengangkat kesepuluh jarinya dua kali dan sembilan jari pada yang ketiga kalinya, yang maksudnya dua puluh sembilan hari. 6. Bayan dengan Meninggalkan Perbuatan. Penjelasan dengan meninggalkan perbuatan contohnya seperti Qunut pada shalat. Qunut pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dalam waktu yang relatif lama, yaitu kurang lebih satu bulan kemudian beliau meninggalkannya. 7. Bayan dengan Taqrir/tidak Melarang/Diam. Penjelasan dengan diam taqrir. Yaitu ketika Rasulullah Saw melihat suatu kejadian, atau Rasulullah Saw mendengar suatu penuturan kejadian tetapi Rasulullah Saw mendiamkannya tidak mengomentari atau memberi isyarat melarang, itu artinya Rasulullah Saw tidak melarangnya. Kalau Rasulullah Saw diam tidak menjawab suatu pertanyaan, itu artinya Rasulullah Saw masih menunggu turunnya wahyu untuk menjawabnya. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian mujmal, mubayyan, klasifikasi mubayyan dan macam-macam Mubayyan. Sumber Buku Fiqih Ushul Fiqih Kelas XII MA. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin. Dalam ilmu nahwu dan syariat Islam, terdapat dua istilah yang sering digunakan dalam mengklasifikasikan perintah atau hukum syariat, yaitu mujmal dan mubayyan. Mujmal adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan sebuah perintah atau hukum yang bersifat umum atau tidak terperinci. Perintah atau hukum mujmal ini memiliki arti yang luas sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut agar dapat diaplikasikan dengan benar. Contoh dari perintah mujmal adalah “Laksanakanlah shalat”, “Berpuasalah”, atau “Berinfaklah”. Sementara itu, mubayyan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan sebuah perintah atau hukum yang bersifat khusus atau terperinci. Perintah atau hukum mubayyan ini memberikan penjelasan yang jelas dan rinci mengenai tata cara atau kriteria yang harus dipenuhi agar perintah atau hukum tersebut dapat dilaksanakan dengan benar. Contoh dari perintah mubayyan adalah “Shalatlah empat rakaat sebelum shalat zuhur”, “Puasalah sejak terbit fajar sampai terbenam matahari”, atau “Infakkanlah sebesar sepersepuluh dari harta yang kamu miliki”. Macam-macam mubayyan yang sering digunakan dalam hukum Islam antara lain Mubayyan bi al-ma’na perintah atau hukum yang diberikan dengan penjelasan atau arti tertentu. Contohnya adalah perintah untuk berpuasa pada bulan bi al-adad perintah atau hukum yang diberikan dengan keterangan angka atau jumlah tertentu. Contohnya adalah perintah untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam bi al-waqti perintah atau hukum yang diberikan dengan penjelasan mengenai waktu tertentu atau kondisi tertentu. Contohnya adalah perintah untuk melaksanakan shalat subuh ketika fajar mulai bi al-maujud perintah atau hukum yang diberikan dengan penjelasan mengenai benda atau objek tertentu. Contohnya adalah perintah untuk menyembelih hewan tertentu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Klasifikasi Mubayyan. a. Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nash. Misalnya dalam Al-Qur’an Surat An Nisa’ 4 176, يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “ mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah Katakanlah “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” QS. An Nisa’ 4 176 Dalam praktiknya, pemahaman mengenai perintah mujmal dan mubayyan dalam hukum Islam sangat penting agar kita dapat menjalankan ajaran Islam dengan benar dan meraih keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Demikianlah penjelasan mengenai pengertian mujmal, mubayyan, dan macam-macam mubayyan dalam hukum Islam. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik bagi kita dalam mengaplikasikan ajaran Islam secara benar dan meraih keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Terima kasih. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur'an dan al-Hadits merupakan pedoman asas bagi umat islam. Setiap tindakan orang muslim haruslah sesuai dengan tuntutannya atau setidaknya tidak bertentangan dengan keduanya. Akan tetapi untuk memahami maksud yang terkandung dalam kedua sumber asas tersebut tidaklah semudah yang kita flkirkan dengan akal, tetapi memerlukan ilmu dalam membantu menjelaskan kesamaran dan menyingkap maksud-maksud al-Qur'an dan al-Hadits. Salah satu ilmu tersebut adalah ilmu ushul fiqh. Oleh karena itu, suatu pembahasan usul fiqh yang dapat membantu mengenali kejelasan suatu makna dalam al-Qur’an dan al-Hadits ialah mujmal dan mubayyan. Pembahasan mengenai ini sangat penting karena untuk mendapatkan pemahaman yang mantap memerlukan pengetahuan yang luas mengenai suatu makna perkataan yang diteliti. Dengan mengetahui mujmal dan mubayyan ini, kita dapat mengklasifikasikan yang mana perkataan yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut karena masih bersifat umum dan jelas sehingga maksudnya dapat diuraikan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan mujmal? 2. Apa yang dimaksud dengan mubayyan? C. Tujuan Masalah 1. Dapat mengetahui dan memahami materi mujmal. 2. Dapat mengetahui dan memahami materi mubayyan. BAB II PEMBAHASAN Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam atau majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafaz yang global, masih membutuhkan penjelasan bayan atau penafsiran tafsir. Seperti pada Al-Qur'an Surat An-Nur ayat 56, yang masih memerlukan penjelasan tentang tatacara.[1] “ dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” QS. An Nur 56. Kata “mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmaI atau belum jelas karena tidak diketahui tata caranya, maka butuh dalil lainnya untuk memahami tata caranya. Dan Kata ”menunaikan zakat” dalam ayat di atas masih mujmal karena belum diketahui ukurannya sehingga untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya. Apabila terdapat lafadz mujmal pada nash syari’ sebelum ditafsirkan oleh syari’ itu sendiri, untuk itu dikemukakan oleh sunah amaliah dan qouliah, menafsirkan sembahyang dan menerangkan rukun-rukunya, syarat-syaratnya dan cara-carnya. Kata Nabi SAW, sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang. Demikian juga nabi menafsirkan zakat dan segala hal yang dikemukakan oleh secara mujmal oleh nash Al-Quran. Mujmal dalam bahasa adalah global atau tidak terperinci. Menurut istilah adalah lafadz yang tidak bisa dipahami maksudnya, kecuali bila ada penefsiran dari pembuat mujmal. Mujmal adalah lafaz yang tidak dapat dipahami dari lafaz tersebut ketika menyebut sesuatu, tetapi dipahami dari lafaz tersebut lebih dari satu hal dan tidak ada spesifikasi atas hal tersebut jika dibandingkan dengan yang lain. Dengan kata lain, mujmal adalah sesuatu yang tidak gamblang dalalah-nya dan yang dimaksud bahwa mujmal itu adalah lafaz yang memiliki dalalah, tetapi dalalah tersebut tidak jelas. Kadang-kadang itu terjadi pada lafaz tunggal yang musytarak, bisa jadi di antara dua hal yang berbeda, seperti Al 'ain untuk emas serta matahari dan Al-Mukhtar untuk fa'il dan maf'ul. Selain itu, untuk dua hal yang saling bertentangan, seperti Al quru' untuk suci dan haid. Kadang-kadang, terdapat pada lafaz yang tersusun, seperti firman-Nya dalam Al-Baqarah 237. وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۚ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ Artinya Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. Al-Baqarah 237 Pada ayat ini ada keraguan antara suami dengan wali. Kadang-kadang terjadi karena keraguan pada tempat kembalinya dhamir pada yang sebelumnya, karena pernyataan Kullu maaf 'allamahul faqiihu fahuwa kamma 'allamahu. Dhamir pernyataan tersebut mengandung keraguan antara kembali pada faqih atau pada yang diketahui dari faqih tersebut. Kadang-kadang hal tersebut terjadi karena keluarganya lafaz dari urf Syara' sebagai mana yang di tetapkan kan dalam bahasa bagi yang menyatakan hal itu, tentu sebelum ada penjelasan pada kita sebagai mana firman Allah SWT dalam Al-Baqarah 53. وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ Artinya Dan ingatlah, ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab Taurat dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. Al-Baqarah 53. Dan Ali-Imran 37 فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ Artinya Maka Tuhannya menerimanya sebagai nazar dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh makanan ini?" Maryam menjawab "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Ali-Imran 37. Firman Allah ini merupakan firman yang mujmal karena pada lafadz itu tidak ada informasi tentang apa yang dimaksud Melalui aktivitas-aktivitas yang telah ditentukan. Oleh karena itu, sebagai suatu kewajiban, lafaz tersebut mujmal sifatnya. Adapun yang dimaksud dengan tidak adanya kejelasan adalah tidak ada kejelasan berdasarkan dalam bahasa, bisa dengan penetapan bahasa, dengan syara', atau dengan urf. Maka, suatu lafaz tidak bisa dipahami ketika menyebut sesuatu tertentu, bahkan dipahami lebih dari suatu hal dan tidak ada perbedaan dengan hal lain menurut orang arab, baik dengan penetapan bahasa, Syara', maupun urf. Hal-hal yang bisa dipahami dari suatu lafadz sesuatu, baik dengan penetapan bahasa, Syara' maupun urf tidak dipandang sebagai mujmal. Artinya apa yang dalalah-nya berdasarkan bahasa atau Syara' atau urf itu tidak dikategorikan sebagai sebagai mujmal. Atas dasar ini, penggalan dan pengharaman yang di lebalkan ada objek-objek tertentu, seperti firmannya dalam An-nisa 23. حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا Artinya Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu mertua; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu dan sudah kamu ceraikan, maka tidak berdosa kamu mengawininya; dan diharamkan bagimu isteri-isteri anak kandungmu menantu; dan menghimpunkan dalam perkawinan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang An-nisa 23.[2] Dan Al-ma'idah 3 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ Artinya Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih tidak atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, mengundi nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-ma'idah 3 Tidak ada mujmal di dalamnya. Sesungguhnya setiap orang dan sabda Rasulullah Saw. Tidak puasa orang yang puasa tidak sampai malam." Hadis dikeluarkan oleh Ibnu Majah. Dan sabda Rasulullah Saw., "Tidak ada nikah, kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil." Hadis dikeluarkan oleh Ad-Daruquthni.Karena sebab-sebab beliau di atas adalah pemahaman berdasarkan dalalah iqtidha', dalalah-nya pun jelas sesuai dengan penetapan bahasa. Karena dalalah iqtidha' itu termasuk bagian dari adalah lafadz dari bahasa menurut penetapan, lafaz-lafaz di atas tidak termasuk yang mujmal. Dengan demikian, setiap hal yang jelas penunjukannya dengan salah satu dalalah bahasa, baik berdasarkan penetapan, urf maupun syar'i tidak dikategorikan sebagai lafaz yang mujmal, tetapi merupakan lafaz yang mengandung majaz. Dengan kata lain, lafaz yang dipahami melalui qarinah, yang diperoleh dari dalalah lafaz, dalalah dari makna atau yang lainnya. Selama hal tersebut memungkinkan atas lafadz manapun, mujmalpun di nafikan dari lafadz tersebut. Objek mujmal itu terbatas pada lafaz yang terdapat dalalah baginya, namun dalalah tersebut tidak clear seperti firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah43 وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ[3] Artinya Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. Lafadz tersebut adalah mujmal. Adapun apa yang diriwayatkan dari beliau SAW. bahwa beliau mengajarkan shalat dengan perbuatan beliau ketika bersandar, "shalatlah seperti melihat aku shalat". Hadis dikeluarkan oleh al-Bukhari. Merupakan penjelasan terhadap ke-mujmal-an tersebut. Terdapat firman Allah SWT dalam Al-Baqarah 43 yang artinya " tunaikanlah zakat ". Lafadz tersebut adalah mujmal, sedangkan apa yang terdapat pada hadits-hadits Rasulullah Saw. Sekitar kelompok yang dikeluarkan zakatnya merupakan penjelasan terhadap mujmal firman Allah tersebut. Sungguh, Rasulullah Saw bersabda, " tidak seorangpun yang memiliki emas dan juga perak yang tidak menunaikan dari emas dan perak tersebut haknya, kecuali pada hari kiamat kelak akan diratakan untuknya batu dari api neraka." Hadis dikeluarkan oleh muslim. Jika terdapat penjelasan dengan sabda beliau sekaligus perbuatan beliau, paduan antara sabda dan perbuatan maka itu dikaji terlebih dahulu. Jika ada kesesuaian pada penunjukan atas hukum yang sama, yang lebih dulu dari keduanya adalah penjelasan, baik sabda beliau maupun perbuatan beliau. Sebab, telah diketahui apa yang dimaksudkan oleh Nash global tersebut dan yang kedua adalah untuk memperkuat. Akan tetapi, apabila ada perbuatan dalam dalalah atas suatu hukum, sebagaimana yg diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Bahwa beliau, setelah turunnya ayat haji, bersabda, " barang siapa berhaji dengan haji qaran lalu umrah, hendaknya dia thawaf satu kali". Namun, diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Bahwa beliau berhaji dengan haji qaran, tetapi beliau thawaf dua kali dan mengerjakan sa'i dua kali. Dalam keadaan ini, perlu dikaji terlebih dahulu. Apabila tidak diketahui mana yang lebih dulu dari keduanya, apakah sabda beliau atau perbuatan beliau, yang diambil adalah sabda beliau. Sebab, perkataan itu ditunjukkan penjelasan berbeda dengan perbuatan. Perbuatan tidak dapat menunjukkan posisinya sebagai penjelas. Untuk menunjukkan dirinya sebagai yang menjelaskan dibutuhkan sarana. Oleh karena itu, keberadaan perbuatan itu diketahui sebagai penjelas atas yang global melalui salah satu dari tiga hal. Pertama, perbuatan tersebut diketahui dengan mudah dari apa yang dimaksud. Artinya, bahwa perbuatan tersebut tidak akan sempurna keberadaanya sebagai penjelas tanpa diikuti dengan pengetahuan secara dzaruri atas yang dimaksud oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan penjelasan di dalamnya. Kedua, Rasulullah Saw bersabda bahwa perbuatan tersebut merupakan penjelasan untuk yang global. Ketiga, beliau menyebut yang mujmal saat memerlukan untuk mengerjakan yang mujmal tersebut. Lalu, beliau mengerjakan Secara riil perbuatan tersebut sebagai penjelas bagi yang global dan beliau tidak mengerjakan pekerjaan yang lain. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa perbuatan tersebut adalah penjelasan baik yang global. Namun, apabila di ketahui bahwa salah satu nya lebih dahulu dari yg lain, dikaji terlebih dahulu. Jika perkataan terlebih dahulu dari perbuatan, thawaf yang kedua memang tidak wajib dan perbuatan Rosul Tersebut harus mengandung pengertian sebagai yang mandub. Akan tetapi, apa bila yang lebih dulu perbuatan, perkataan tersebut merupakan naskah atas wajib nya thawaf yg kedua yang telah ditunjuk oleh perbuatan beliau atau perbuatan rasul tersebut mengandung penjelasan bayan wajibnya thawaf yang kedua khusus untuk beliau dan bukan untuk umat beliau. Mujmal adalah lafal yang maknanya mengandung beberapa keadaan dan beberapa hukum yang terkumpul di dalamnya atau sesuatu yang tersembunyi yang dikehendaki karena banyak makna dan tidak bisa diketahui kalau tidak melalui penjelasan. Lafal yang tidak dapat menunjukkan terhadap maksudnya melalui sighat nya, tidak ada qorinah lafzhiyyah tekstual atau qorinah haliyyah kontekstual yang menjelaskannya. Atau lafal yang tidak terang arti yang dimaksudkan, oleh karena keadaan lafal itu sendiri, dan tidak mungkin dapat diketahui arti yang dimaksudkan kecuali dengan adanya penjelasan dari Syara'. Jadi dalam kesamaran adalah bersifat lafal tekstual, bukan hal yang datang kemudian. Diantara mujmal adalah lafal yang ghorib asing yang di tafsirkan oleh Nash sendiri dengan makna khusus, seperti lafal " al-qari'ah" dalam firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Baqarah 2 43. Apabila terhadap lafal mujmal itu mendapat penjelasan dari Syara' Secara sempurna maka mujmal menjadi mufassar. Ayat di atas di jelaskan melalui hadis nabi baik dengan perkataan maupun perbuatan yang menjelaskan detail-detailnya, mengenai rukun, syarat, dan caranya. Rasulullah yang artinya "salatlah seperti kamu melihat aku melakukan salat" HR. Bukhari . Karena lafal mujmal mendapat penjelasan dari Syara' tetapi tidak secara sempurna dan pasti makna masih perlu ijtihad untuk menjelaskannya. Jika demikian yang terjadi, mujmal menjadi musyikil. Sebagai contoh lafal "Arribaa" dalam ayat Al-Baqarah 2 275. Artinya " dan mengharamkan riba". Dalam masalah ini, maka lafal " Arribaa " di jelaskan dalam hadis yang artinya " emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semuanya harus sama ukurannya dan harus berhadap muka. dari Ubaidilah bin shamit Ra. Akan tetapi hadits di atas tidak menjelaskan secara sempurna dan pasti arti ribba itu sendiri, sehingga masih memerlukan ijtihad. Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafaz yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. AI Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang mujmal.[4] Bayan adalah mengeluarkan sesuatu dari bentuk samar menjadi bentuk yang jelas. Dengan kata lain, bayan adalah bentuk ilmu suatu yang pasti atau dan dugaan yang kuat yang dihasilkan dari suatu dalil. Oleh karena itu, sebagian ulama' usul fiqh mengkonvensikan bahwa bayan adalah dalil itu sendiri. Yang terdapat dalam Al-Baqarah43 yang artinya "dan laksana kan shalat". [5] a. Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nash. Misalnya dalam Al-Qur'an Surat An Nisa’ 4 176, artinya “Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah Katakanlah "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kaIaIah yaitu jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang Iaki-Iaki mengusaisai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara Iaki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” QS. An-Nisa’ 4 176 Lafaz “kalalah” adalah mujmal yang kemudian dijelaskan dalam satu nash; “Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, yaitu jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya yang Iaki-Iaki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki-Iaki dan perempuan, maka bagian seorang saudara Iaki-Iaki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Kalalah adalah orang yang meninggal dunia yang tidak mempunyai anak. Makna inilah yang diambil oleh Umar bin Khtattab, yang meyatakan “Kalalah adalah orang yangtidak mempunyai anak.” Mubayyan Munfashil, adalah bentuk mujmal yang disertai penjelasan yang tidak terdapat dalam satu nash. Dengan kata lain, penjelasan tersebut terpisah dari dalil mujmal. Penjelasan dengan perkataan bayan bil qaul, contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196 ”dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung terhalang oleh musuh atau karena sakit, Maka sembelihlah korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya lalu ia bercukur, Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah merasa aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji di dalam bulan haji, wajiblah ia menyembelih korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. demikian itu kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di sekitar Masjidil Haram orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” QS. Al Baqarah ayat 196. Ayat tersebut merupakan bayan penjelasan terhadap rangkaian kalimat sebelumnya mengenai kewajiban mengganti korban menyembelih binatang bagi orang-orang yang tidak menemukan binatang sembelihan atau tidak mampu. Tidak ada mujmal di dalamnya. Sesungguhnya setiap orang yang meneliti konvensi para pemilik bahasa dan mengurus lafa-lafal bahasa Arab, tidak secara spontan dapat memahami ketika ada yang berkata pada yang lain, "diharamkan atas kalian makanan dan minuman dan diharamkan atas kalian wanita," selain pengharaman makan dan minuman, makanan dan minuman serta pengharaman berhubungan seksual dengan wanita. Oleh karena itu, pada dasarnya pada setiap hal yang langsung bisa dipahami adalah makna hakiki, baik berdasarkan penetapan secara bahasa maupun berdasarkan kebiasaan dalam pemakaian, yaitu pemahaman orang yang mencermati bahasa yang terbiasa dengan lafal-lafal bahasa Arab. Karena itu, makna "hurrimat" disini jelas dan lafal hurrimat memang menunjukkan pada hal tertentu. Sesungguhnya firman Allah dalam Al-ma'idah6 artinya “dan sapulah kepalamu”. Tidak ada mujmal di dalamnya, karena "baa" di sini adalah untuk meletakan, ayat tersebut tidak mengharuskan adanya kewajiban membasuh kepala secara keseluruhan karena perkataan biji barashun padanya ada lepra atau bihi da'un padanya ada penyakit tidak mengharuskan bahwa lepra tersebut meliputi seluruh badannya atau penyakit tersebut meliputi seluruh badannya. Demikian pula, dengan usaplah kepalamu itu bukan berarti mengharuskan mengusap semua kepala. Terlebih lagi, bahwa pemakaian orang Arab terjadi dengan mengharuskan melekatkan mengusap saja tanpa memperhatikan apakah secara keseluruhan atau sebagian. Oleh karena itu, apabila ada orang yang perkataan pada orang lain, ”usaplah tangan mu dengan sapu tangan,” tidak satupun pemilik bahasa memahami bahwa dia mengharuskan untuk melekatkan tangannya dengan semua bagian sapu tangan, tetapi cukup dengan sapu tangan saja. Jika mau, dengan semuanya dan bisa juga dengan sebagian sapu tangan saja. Demikian pula, tidak ada mujmal, pada sabda Rasulullah Saw,. “Sesungguhnya Allah itu telah menetapkan atas ummatku kesalahan dan lupa”. Hadis dikeluarkan oleh Ibnu Majah. Penjelasan dengan perbuatan bayan fi’li Contohnya Rasulullah SAW. melakukan perbuatan-perbuatan yang menjelaskan cara-cara berwudhu yakni memulai dengan yang kanan, batas-batas yang dibasuh, Rasulullah SAW. mempraktekkan cara-cara haji, shalat dan sebagainya. Penjelasan dengan perkataan dan perbuatan sekaligus Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 43 “. . .dan dirikanlah shalat. . .” QS. Al-Baqarah 43 Perintah mendirikan shalat tersebut masih kalimat global mujmal yang masih butuh penjelasan bagaimana tata cara shalat yang dimaksud, maka untuk menjelaskannya Rasulullah naik keatas bukit kemudian melakukan shalat hingga sempurna, lalu bersabda “Sholatlah kalian, sebagaimana kalian telah melihat aku shalat” HR Bukhari. Penjelasan dengan tulisan Penjelasan tentang ukuran zakat, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara menulis surat Rasulullah mendiktekannya, kemudian ditulis oleh para Sahabat dan dikirimkan kepada petugas zakat beliau. Penjelasan dengan isyarat contohnya seperti penjelasan tentang hitungan hari dalam satu bulan, yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. dengan cara isyarat, yaitu beliau mengangkat kesepuluh jarinya dua kali dan sembilan jari pada yang ketiga kalinya, yang maksudnya dua puluh sembilan hari. 6 Bayan dengan Meninggalkan Perbuatan. Penjelasan dengan meninggalkan perbuatan contohnya seperti Qunut pada shalat. Qunut pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dalam waktu yang relative lama, yaitu kurang lebih satu bulan kemudian beliau meninggalkannya. 7 Bayan dengan Taqrir/tidak melarang/Diam. Penjelasan dengan diam taqrir. Yaitu ketika Rasulullah SAW. Melihat suatu kejadian, atau Rasulullah Saw mendengar suatu penuturan kejadian tetapi Rasulullah SAW. mendiamkannya tidak mengomentari atau memberi isyarat melarang, itu artinya Rasulullah Saw tidak melarangnya. Kalau Rasulullah Saw diam tidak menjawab suatu pertanyaan, itu artinya Rasulullah Saw masih menunggu turunnya wahyu untuk menjawabnya. BAB III KESIMPULAN Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam atau majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafaz yang global, masih membutuhkan penjelasan bayan atau penafsiran tafsir. Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafaz yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. AI Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang mujmal. Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui materi yang telah tertulis diatas tersebut yaitu mengenai tentang mujmal dan mubayyan Selain dari pada itu, penulis memohoh maaf apabila terdapat kesalahan karena kami masih dalam proses pembelajaran. Dan yang kami harapkan dengan adanya makalah ini, dapat menjadi wacana yang membuka pola pikir pembaca dan memberi saran yang sifatnya tersirat maupun tersurat. [1] Jumantoro Totok dan Munuramin Samsul. Kamus Ilmu Usul Amzah. [2] Supriyadi, Dedi. Usul Fiqh Perbandingan. Bandung CV Pustaka Setia. 2014 hlm 126 [3] Prof. DR. Rachmat syafe’I, MA. Ilmu usuk fiqih,Bandung CVPustaka Setia 2014 hlm 166 [4] [5] Supriyadi, Dedi. Usul Fiqh Perbandingan. Bandung CV Pustaka Setia.

pertanyaan tentang mujmal dan mubayyan